Reformasi Perpajakan yang mulai digaungkan oleh pemerintah sejak tahun 2017 nyatanya terus berlanjut hingga saat ini. Hingga tahun 2022, pemerintah telah melakukan banyak perubahan. Reformasi dilakukan dalam berbagai bentuk, pertama, terealisasikannya berbagai insentif pajak terkait Covid-19 bagi masyarakat.
Kedua, penerbitan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Undang-undang tersebut membahas mengenai berbagai banyak hal mulai dari kenaikan tarif PPN 11%, Integrasi NIK menjadi NPWP, adanya peraturan mengenai Pajak Karbon, perubahan batasan tarif PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), ketentuan mengenai pengusaha UMKM, Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Fintech, Pajak Aset Kripto dan ketentuan mengenai perpajakan lainnya.
Ketiga, peningkatan coretax system milik DJP, serta kerja sama dengan instansi lain seperti Disdukcapil dan Kapolri. Kerja sama dilakukan dalam bentuk pertukaran data perpajakan. Hal tersebut juga dilakukan agar integrasi data Wajib Pajak lebih mudah dilakukan dikemudian hari.
Keempat, penerbitan beberapa regulasi perpajakan lainnya yang salah satunya mengenai aturan turunan UU HPP klaster PPN, KUP, dan PPh lewat peraturan pemerintah yaitu PP 44/2022, PP 49/2022, PP 50/2022, dan PP 55/2022 yang memperjelas hukum tentang perpajakan terkait PPN seperti fasilitas PPN dibebaskan dan tidak dipungut, terkait KUP seperti integrasi NIK menjadi NPWP, pajak karbon, dan ketentuan mengenai pembetulan SPT hingga pemeriksaan bukti permulaan, dan PPh mengenai ketentuan tentang natura dan kenikmatan.
Kelima, menciptakan keadilan bagi pedagang konvensional dan digital dengan melakukan penunjukan pemungut PPN PMSE yang hingga saat ini terhitung sebanyak 134 pemungut PPN PMSE.
Melalui siaran Podcast Cermati, Staff Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyebutkan bahwa, “Saya pikir sampai saat ini bisa saya sampaikan apa yang dilakukan oleh reformasi perpajakan sudah berada dalam koridor yang tepat”, ujar Yon Arsal saat dirinya ditanya apakah reformasi perpajakan sudah berada pada koridor yang tepat.
Yon Arsal juga menyampaikan harapannya di tahun 2023 mendatang agar penerimaan pajak Indonesia tetap tumbuh melampaui target yang ditetapkan sehingga menjadi budaya capaian target 100% di penerimaan pajak selanjutnya. Kendati demikian, Yon Arsal juga menambahkan bahwa di tahun 2023 akan sangat challenging dengan target penerimaan yang ingin dicapai yaitu sebanyak Rp1.718 triliun. Untuk mencapai target tersebut, Yon Arsal mengingatkan bahwa penerimaan pajak ini bukan merupakan urusan DJP semata, untuk pencapaian yang optimal tentu dilakukan kolaborasi dari seluruh pihak, baik dari Wajib Pajak, kerja sama dengan para konsultan pajak, hingga pihak akademisi untuk mencari terobosan baru dalam dunia perpajakan.